4 yrs - Translate

Apakah kita masih meridukan Ramadhan jika seandainya Allah ngasih pengumuman, "karena saat ini lagi krisis pahala, maka pahala di bulan puasa ditiadakan.."?
.
Ala raimu. Ayo jujur saja, bilang kalau puasa itu nggak enak. Perut lapar, lemes, lapo-lapo males. Yang enak itu makan, perut kenyang, kerja dengan riang, atau keluyuran, pergi pagi pulang petang.
.
Makanya bulan puasa itu sebenarnya bulan penderitaan, bukan bulan senang-senang. Luwe kok seneng-seneng. Mikir!
.
Aku sendiri agak sungkan merindukan bulan Ramadhan, karena yang kurindukan itu bukan puasanya, tapi pahala berlimpah, pintu ampunan yang terbuka lebar, dan segala diskon dari Allah untuk kenyamanan hidup di akhirat kelak. Merindukan upahnya. Pamrih banget. Kerinduan yang materialistis.
.
Kita biasa membayangkan pahala itu seperti segepok emas atau sesuatu yang bersifat materi. Wajar sih, karena kita selalu dijanjikan kemewahan surga oleh ustadzzz. Real estate, bidadari, sungai arak, sungai susu (tanpa pentil), dan kemewahan lainnya.
.
Kadang itulah yang membuat ibadah kita salah niat. Pergi haji berniat agar dagangannya tambah laris, shalat duha agar diterima jadi pegawai negeri, sedekah agar dapat kembalian berlimpah. Jadi ibadah bukan karena rasa syukur, tapi ngincer laba.
.
https://www.kompasiana.com/rob....bigandamana/606ac0ce