Kang Tejo Ngaji Matematika

Komentar · 1497 Tampilan

Hah? Mentri Agama RI itu Masjid?

Suatu ketika kang Tejo, tukang ojek langganan saya, datang ke rumah dan menyodorkan secarik kertas atas nama Samsudin, anaknya, kelas 3A SDN Sukadamai 3, Bogor. Ditilik dari model tulisan dan bacaannya sepertinya kertas itu adalah lembar jawaban ulangan mata pelajaran Agama Islam.

“Untuk apa kertas ini, kang. Kok diberikan ke saya?”

“Mas Bekti, tolong perhatikan nomor 7!” pinta kang Tejo padaku

“Hah! Kenapa bisa begini kang?” Saya kaget melihat soal dan jawaban di nomor 7 itu.

Pada nomor 7 tertulis soal: Siapakah Mentri Agama Republik Indonesia? Jawaban yang tertulis: Masjid! Mengapa bisa salah sedemikian jauh ya? Bukankah Mentri Agama itu adalah mahluk hidup sedangkan masjid itu benda mati?

“Kang Tejo tahu mengapa Samsudin menjawab seperti itu?” tanya saya

“Itu dia mas Bekti yang mau saya tanyakan. Saya ndak ngerti.”

“Pendidikan Agama Islam itu memang seharusnya tidak sekedar menghafal, kang. Islam itu terlalu sempit jika hanya sekedar dihafal di kelas-kelas sekolahan. Islam menjadi “terbonsai” oleh pikiran yang kerdil dari para pendidik agama Islam. Mungkin menurut Samsudin mentri agama itu simbolisasi dari Islam. Demikian pula masjid. Jadi kesimpulan yang didapat Samsudin mentri agama itu Islam, masjid itu juga Islam. Jadi mentri agama adalah masjid. Itu namanya logika Samin, kang!”

“Jadi apa yang harus saya lakukan mas Bekti?”

“Ajarkan pada Samsudin bahwa Islam itu rahmat bagi semesta alam. Rahmat juga bagi segenap makhluk hidup di seluruh bumi. Jadi belajar agama Islam jangan hanya menghafal. Coba kang Tejo pikir: si A mampu menghafal 9 surat pendek Al-Quran, sedangkan si B mampu menghafal 14 surat Al-Quran, bahkan surat-surat panjang mampu dia hafal.

Pertanyaannya: siapakah yang lebih beriman, si A atau si B?

“Saya ndak bisa menentukan, mas Bekti. Kalau menurut mas Bekti bagaimana?”

“Sama kang, saya juga ndak bisa menentukan siapa di antara A dan B yang lebih beriman. Yang pasti, pelajaran agama Islam itu ndak bisa diujikan pada siswa dengan cara hafalan saja, kang. Sepertinya buku-buku teks pelajaran agama yang ada, termasuk yang digunakan di sekolah, bukan buku yang tepat bagi kepentingan pendidikan agama Islam yang kita bicarakan sejauh ini.”

“Maksud mas Bekti bagaimana?” tanya kang Tejo

“Agama Islam seharusnya dianggap sebagai pelajaran praktik yang berarti agama yang sudah dihayati dan diamalkan di berbagai konteks kehidupan siswa, khususnya di kelas, lingkungan sekolah, dan masyarakatnya. Semua buku teks pelajaran agama yang ada, termasuk yang digunakan di sekolah, bukan buku yang tepat bagi kepentingan pendidikan agama yang kita bicarakan ini karena hampir semua soal berbentuk multiple choice dan diujikan sebagai hafalan. Seharusnya konsep-konsep keagamaan dikaitkan dan dibicarakan dalam konteks pengalaman siswa sehari-hari.”

“Saat ini ada cara mudah memahami Islam untuk siswa SD dan SMP, kang. Nama program pendidikannya Matematika Qurani (sekarang bernama NGAJI MATEMATIKA). Nah, di dalam pelajaran Matematika Qurani ini para siswa diajarkan memahami ajaran Islam melalui pendekatan matematika (dan sains), kang. Jadi anak atau siswa langsung bisa mempraktikkan pelajaran agama Islam yang telah dipelajarinya di sekolah.”

“Contohnya seperti apa, mas Bekti?”

“Bisa ndak Samsudin menjawab 47:3 kang? Kalau sudah bisa ndak apa, saya jelaskan menjawab soal itu dengan Matematika Qurani. Sampeyan nanti yang jelaskan ke Samsudin, ya. Ini Al Qur'anku, Kang. Sampeyan buka QS Al ‘Ashr: 1-3.”

"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran."

“Langkah pertama, Samsudin harus bersabar membuat kelipatan 3 sebanyak 10 kali (lihat juga QS Al Baqarah 196), yaitu 3,6,9,12,15,18,21,24,27,30. Kemudian taatilah kebenaran konsepnya, langkah kedua, sebagai berikut:

Berapakah bilangan yang mendekati 4 pada deret kelipatan 3? Jawabnya 3. Terletak di urutan keberapa 3? Urutan ke 1. Tulis 1 ini sebagai digit pertama jawaban. Kurangkan 4-3=1, turunkan 7 hingga menjadi 17. Bilangan berapa yang dekat 17 pada deret kelipatan 3? Angka 15 yang berada pada urutan ke 5 jawabnya. Tulis 5 sebagai digit kedua jawaban. Kurangkan 17-15=2. Lihat penulisan di bawah ini.”

Pembagian Sederhana“Jadi Samsudin sudah mendapatkan jawaban 47:3=15 sisa 2. Atau 47=(3x15)+2”

“Nah, tampaklah bahwa kesabaran Samsudin dalam membuat deret kelipatan 3 dapat mempermudah memperoleh jawaban. Inilah buah pikir dari orang sabar yang mentaati kebenaran dan tidak memboroskan waktu, yang menjadikan orang tersebut tidak termasuk orang-orang yang merugi.”

“Oh, jadi begitu ya cara mas Bekti mengajarkan Al-Quran dan Islam melalui matematika?”

“Bener kang. Islam itu luas. Al Quran itu pedoman dalam mempelajari Islam. Kalau mau, ikutkan Samsudin anak sampeyan itu pendidikan Matematika Qurani supaya dia dapat memperluas wawasan ke-Islam-annya. Aku dewe mengko sing ngajari Samsudin, kang. Insyaallah dia akan lebih cinta pada Al Quran dan bisa membedakan antara mentri agama dan masjid.” jelas saya sambil tersenyum.

“Hahaha, mas Bekti ini bisa aja! Di mana tempat belajarnya, mas?”

“Di ISMI, kang. Nanti saya beri denah dan rutenya.”

“Iya mas Bekti, Samsudin pasti suka jika saya ikutkan pendidikan Matematika Qurani. Tapi ada syaratnya, mas!”

“Syarat opo maneh, kang?”

“Yang ngajari Samsudin harus mas Bekti!” pinta kang Tejo sambil berlalu.

“Insyaallah, kang!” teriakku pada kang Tejo yang sudah mulai tancap gas engan ojeknya.

 

Sumber: sebagaimana dikisahkan kembali oleh Bekti Hermawan kepada Redaksi Tabloid NURANI, Edisi 1109 Maret 2011

Komentar